Langsung ke konten utama

Ali dan Zahra — Cerpen Hadiah Ulang Tahun dari ....


Ali dan Zahra


****

"Hari ini pulangnya cepet kan, Mas?" Zahra bertanya sembari menyalami punggung tangan sang suami.

Pria dengan setelan jas biru pudar itu mengangguk. "Lihat nanti, Ra. Kalau banyak kerjaan ya pulangnya terlambat lagi."

"Tapi kan kemarin sudah bilang mau pulang cepet biar bisa anter aku ke rumah Ibu!" Zahra mencebik sebal.

"Tapi kan mas mungkin hari ini sibuk, Zahra. Seharusnya kamu bisa ngerti. Ke rumah mama bisa kapan-kapan tapi kerjaan nggak bisa ditunda terus-terusan."

Mendengar sahutan Ali--sang suami, Zahra memilih bungkam. Menyodorkan tas kerja Ali ke genggaman, perempuan dengan jilbab hijau toska itu berjalan ke arah pintu rumahnya.

Kecewa terpeta jelas dalam raut wajah sang istri. Membuat perasaan bersalah seketika menggerayangi.

"Zahra!" Belum sempat melanjutkan kalimatnya, punggung sang istri sudah menghilang di ambang pintu. Tidak ingin ada keributan di antara keduanya, Ali memilih berjalan menjauh.

Mungkin ia akan izin pulang cepat untuk hari ini.

****

Zahra baru saja pulang dari pasar saat seseorang memanggilnya dari seberang jalan komplek menuju rumahnya. Perempuan dengan keranjang belanja di tangan itu menoleh.

"Hasan?!"

Melihat sosok pria berambut cepak itu berjalan mendekatinya, Zahra baru saja akan melangkah menjauh kalau saja sebuah tangan kekar tidak menahan lengannya.

Bertepatan dengan itu, Ali yang baru saja pulang dan mendapati istrinya dalam keadaan bertatapan di jarak dekat dengan pria lain, menghentikan langkah.

Mendapati lengan istrinya yang berada dalam rangkuman lengan rekan kerjanya, Ali menggemelatukkan gigi menahan amarah. Sepersekian detik kemudian, pria itu berjalan cepat dan memasuki rumah.

"Lepasin saya, Mas! Tolong jangan sentuh-sentuh saya sembarangan!" Zahra memperingatkan tegas. Perempuan itu menepis lengan Hasan kasar.

"Maaf, Zahra. Saya ingin kamu tahu, saya cinta sama kamu." Mendengar kalimat pria itu, Zahra melayangkan sorot tajam.

"Saya rasa Mas Hasan lebih dari tau kalau saya itu istri dari rekan kerja mas sendiri." Menundukkan pandangan dari sorot pria itu, Zahra kembali berucap.

"Saya permisi, Wassalamu'alaikum."

****

"Assalamu'alaikum, loh, Mas sudah pulang? Kapan?" tanya Zahra tak percaya begitu mendapati Ali berdiri di depan meja dapur.

Tanpa aba-aba, Zahra menyelipkan kedua lengannya di pinggang Ali dari belakang. Kebiasaan ketika perempuan itu tengah ada masalah atau gelisah.

"Buat yang tadi pagi, maaf ya sudah nyuekin dan marah sama mas Ali." Zahra berucap penuh sesal.

Tapi, hingga sepersekian detik kemudian, tidak ada sahutan dari Ali. Pria itu hanya diam di pijakannya. Sampai tangan Zahra beralih menggenggam tangan suaminya, pria itu menepis tangan sang istri agak keras.

"Jangan digenggam! Saya nggak suka." Mendengar nada dingin dari mulut sang suami, Zahra serta merta melepaskan pelukannya.

"Mas kenapa?" tanya Zahra bingung.

"Saya nggak suka digenggam sama tangan perempuan yang udah dipegang sama tangan pria yang bukan mahramnya."

Begitu kalimat tanpa riak itu terlontar, Ali berjalan ke arah kamarnya. Meninggalkan Zahra dengan segenap tanya juga kecewa yang mendera.

****

Selesai sholat isya', Zahra masuk ke kamar. Kali ini ia sadar apa sebab sang suami bersikap dingin padanya.
"Mas, tadi aku sudah masak. Mas Ali nggak mau makan?" tanya Zahra lembut pada pria yang berbaring membelakanginya.

"Mas Ali marah karena Hasan, kan?" tanya Zahra memastikan.

Tetap tidak ada sahutan. Zahra menghela napas guna melapangkan dada.

"Soal Hasan, aku sama sekali nggak ada hubungan apapun sama dia. Tadi siang dia dateng lagi, tapi aku nggak ladenin dia karena sadar Mas Ali nggak suka."

Zahra sadar Ali masih bangun. Tapi pria itu memilih mengabaikan kalimatnya.

"Aku tunggu di dapur ya, Mas. Kita makan malam bareng."

****

Ali terbangun begitu mendengar suara adzan subuh menggema dari masjid kompleksnya. Menoleh pada ranjang kosong di sampingnya, pria itu sontak beralih duduk dan menegakkan tubuh.

'Zahra kemana?'

Melihat kamar mandi yang terbuka; pertanda tidak ada orang, pria itu memilih berjalan cepat keluar kamar. Di antara temaram, Ali menyadari lampu dapur masih menyala.

Begitu berjalan ke sana dan menemukan istrinya tertidur dengan kepala tertelungkup di meja dapur, perasaan bersalah mendera. Beralih duduk di kursi samping perempuan itu, Ali sadar Zahra perlahan membuka mata.

"Zahra ... kenapa tidur di sini?" tanya Ali tidak habis pikir.

Bukannya menjawab, perempuan itu justru menatap nanar masakan di hadapan kemudian menunduk. Beberapa detik setelahnya, Zahra justru memecahkan tangis.

"Mas masih marah, ya? Buktinya dari tadi malam nggak mau keluar buat makan malam. " Mengelap jejak basah di sekitar pipinya, perempuan itu justru terisak semakin keras.

"Asal mas tau, aku juga nggak rela disentuh dia. Tapi dia yang tiba-tiba dateng dan paksa aku buat ngomong sama dia." Masih dengan sesenggukan, Zahra terus meyakinkan suaminya.

Mendengar penjelasan perempuan itu, hati Ali terenyuh. Merasa tidak tega melihat istrinya menangis sepilu itu.

Beralih menangkup jemari mungil Zahra, Ali merasakan perempuan itu berusaha menolak. "Jangan genggam tanganku, katanya mas nggak suka."

Ali tersenyum getir.

"Kamu lupa, Zahra? Apabila suami menggenggam tangan istri, lantas beguguranlah dosa-dosa keduanya dari sela-sela jemari. Kamu mau kan, bantuin saya basmi dosa subuh-subuh gini?"

Mendengar kalimat lembut suaminya, Zahra mendongak cepat.
"Mas sudah nggak marah?" tanyanya dengan mata sembab.

"Enggak, Zahra. Mana bisa saya marah lama sama istri saya?" goda Ali sembari menarik pelan hidung minimalis Zahra.

"Maaf sudah bikin mas sempet marah." Melihat manik cokelat terang yang kembali berkaca-kaca itu, Ali segera menarik Zahra ke dalam dekapan.

Mengunci pergerakan perempuan itu dalam rangkuman lengan.

"Nggak, Zahra. Saya yang seharusnya minta maaf karena sudah nuduh kamu yang bukan-bukan." Ali berucap penuh sesal.

Beralih mengusap jejak air mata dari pipi tembam sang istri, Ali perlahan menyadari sebuah hal. Bahwa tidak semua hal harus diselesaikan dengan amarah.

Ada kalanya berbicara dengan bicara dingin itu sangat perlu. Agar segala masalah juga salah paham tidak semakin tabu. Mulai detik ini, Ali, pria itu telah berjanji pada diri sendiri.

Tidak akan dibiarkannya Zahra menangis karenanya lagi.

__TAMAT__

Lombok, 14 Januari 2020.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skenario Allah — Cerita Pendek Inspiratif | Govi Alifitra

SKENARIO ALLAH Ditulis oleh: Govi Alifitra *** "Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (Q.S An-Nisā: 4/100). *** Hari ini, pukul setengah sebelas siang, aku baru saja pulang dari sekolah. Terlihat ada seseorang tengah berdiri di depan rumah kecil tempat yang ku diami itu.  "Assalamu'alaikum," begitu dia menyapa. Perempuan yang mengenakan gamis abu-abu lengkap dengan cadar serta jilbab berwarna hitam itu terlihat seperti sedang kebingungan. "Wa'alaikumussalam," jawabku. "Permisi, Mas. Mau tanya."  Perempuan itu menundukkan sedikit kepalanya sesaat. "Rumah Muhammad Zaid di mana, ya?" sambungnya sambil menunjukkan sebuah amplop surat yang berisikan nama dan alamat yang dimaksud. Ada satu hal yang terteka dalam ruang pikirku. Hanya satu, hal yan...

Kumpulan Makalah Teknologi Pendidikan | Govi Alfitra (PAI 4A)

KUMPULAN MAKALAH TEKNOLOGI PENDIDIKAN Bismillah, Assalamualaikum. Pada postingan kali ini, saya Govi Alfitra (PAI 4A) akan membagikan makalah Teknologi Pendidikan berupa link folder guna memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu Ismatul Maula, M.Pd selaku dosen pengampu pada mata kuliah Teknologi Pendidikan. Seperti yang dikutip dari laman Wikipedia , Teknologi Pendidikan  adalah studi dan etika praktik untuk memfasilitasi dan meningkatkan kinerja BELAJAR. Studi dan etika praktik tersebut dapat melalui penciptaan, penggunaan, pengaturan proses, dan sumber daya teknologi. Teknologi Pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya. Teknologi Pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini Teknologi Pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan,...